Masa Remaja adalah masa transisi dan secara psikologis sangat problematis, masa ini memungkinkan mereka berada dalam anomi (keadaan tanpa norma atau hukm) akibat kontradiksi norma maupun orientasi mendua. Dalam keadaan demikian, seringkali muncul perilaku menyimpang atau kecenderungan melakukan pelanggaran. Kondisi ini juga memungkinkan mereka menjadi sasaran pengaruh media massa.
Anomi, menurut Enoch Markum, muncul akibat keanekaragaman dan kekaburan norma. Misalnya norma A yang ditanamkan dalam keluarga sangat bertentangan dengan norma B yang ia saksikan di luar lingkungan keluarga.
Masyarakat yang di harapkan mampu memberi jawaban juga berada dalam keadaan transisi, sehingga tidak mampu memberikan apa yang diinginkan remaja. “Dalam keadaan bingung inilah mereka berusaha mencari pegangan norma lain yang bisa mengisi kekosongan tersebut. Dan inilah kesempatan yang memberi peluang pada penyimpangan dan pelanggaran akibat kesalahan pegangan”, ujar Enoch Markum.
Peran Media Massa
Masa remaja yang merupakan periode peraligan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, ditandai beberapa ciri :
1. Keinginan memenuhi dan menyatakan identitas diri.
2. Kemampuan melepas diri dari ketergantungan orang tua.
3. Kebutuhan memperoleh akseptabilitas di tengah sesama remaja.
Ciri-ciri ini menyebabkan kecenderungan remaja melahap begitu saja arus informasi yang serasi dengan selera dan keinginan mereka.
Sebagai jalan keluar ahli komunikasi ini melihat perlunya membekali remaja dengan keterampilan berinformasi yang mencakup kemampuan menemukan, memilih, menggunakan dan mengevaluasi informasi. Keterampilan ini ada baiknya disisipkan lewat pelajaran yang ada di sekolah, sehingga secara builtin menjadi bagian yang utuh dari keseluruhan prestasi belajar remaja di sekolah masing-masing.
Di samping itu juga, dengan melakukan intervensi ke dalam lingkungan informasi mereka secara interpersonal. Pemecahan lainnya adalah bimbingan orang tua dalam mengkonsumsi media massa. Sedangkan para komunikator massa seharusnya tetap memegang teguh tuntunan kode etik dan tanggung jawab sosial yang diembannya.
Kenakalan Remaja dan Masalah yang Timbul
Sementara itu Suwarniayati Sartomo berpendapat, remaja sebagai individu dan masa pancaroba mempunyai penilaian yang belum mendalam terhadap norma, etika dan agama seperti halnya orang dewasa. Dari penelitian yang dilakukan diketahui pada umumnya responden merasa tidak sepenuhnya bertanggung jawab terhadap masalah kenakalan remaja. Mereka menganggap tanggung jawab mengenai masalah kenakalan remaja sepenuhnya berada di pihak yang berwajib.
Masalah kepemudaan dapat ditinjau dari 2 asumsi yaitu :
1. Penghayatan mengenai proses perkembangan bukan sebagai suatu kontinum yang sambung menyambung tetapi fragmentaris, terpcecah-pecah, dan setiap fragmen mempunyai artinya sendiri-sendiri. Pemuda dibedakan dari anak dan orang tua dan masing-masing fragmen itu mewakili nilai sendiri.
Oleh sebab itu, arti setiap masa perkembangan hanya dapat dimengerti dan dinilai dari masa itu sendiri. Masa kanak-kanak hanya dapat diresapi karena keanakannya masa pemuda karena sifat-sifatnya yang khas pemuda, dan masa orang tua yang di identikan dengan stabilitas hidup dan kemapanan.
2. Posisi pemuda dalam arah kehidupan itu sendiri. Tafsiran-tafsiran klasik didasarkan pada anggapan bahwa kehiduoan mempunyai pola yang banyak sedikitnya. Sudah tentu dan ditentukan oleh mutu pemikiran yang diwakili oleh generasi tua yang bersembunyi di balik tradisi. Dinamika pemuda tidak dilihat sebagai sebagian dari dinamika atau lebih tepat sebagian dari dinamika wawasan kehidupan.
Hal ini disebabkan oleh suatu anggapan bahwa pemuda tidak mempunyai andil yang berarti dalam ikut mendukung proses kehidupan bersama dalam masyarakat. Pemuda dianggap sebagai obyek dari penerapan pola-pola kehiduoan dan bukan sebagai subyek yang mempunyai nilai sendiri.
Dari dua asumsi yang mendasari pandangan di atas, kiranya tidak akan memberi jawaban terhadap “kebinalan” pemuda dewasa ini. Baik gagasan mengenai “wawasan kehidupan”, maupun konsep mengenai tata kehidupan yang dinamis, akan menggugurkan pandangan klasik yang menafsirkan kelakuan pemuda dan hidup kepemudaan sebagai sesuatu yang abnormal.
Pemuda sebagai suatu subyek dalam hidup, tentulah mempunyai nilai-nilai sendiri dalam mendukung dan menggerakan hidup bersama itu. Hal ini hanya bisa terjadi apabila tingkah laku pemuda itu sendiri ditinjau sebagai interaksi terhadap lingkungannya dalam arti luas. Penafsiran mengenai identifikasi pemuda seperti ini disebut sebagai pendekatan ekosferis.
Di dalam proses identifikasi dengan kelompok sosial serta norma-normanya itu tidak senantiasa seorang mengidentifikasi dengan kelompok tempat ia sedang menjadi anggota secara resmi. Kelompok semacam ini disebut membership-group, kelompok di mana ia menjadi anggota. Tetapi dalam mengidentifikasi dirinya dengan suatu kelompok, mungkin pula seseorang melakukannya terhadap sebuah kelompok tempat ia pada waktu itu tidak lagi merupakan anggota atau terhadap kelompok yang ia ingin menjadi anggotanya. Dalam hal terakhir ini ia mengidentifikasi dirinya dengan sebuah kelompok di luar membership-group nya kelompok tempat identifikasi dirinya disebut juga reference-group.
Pemuda dan Identitas
Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani bermacam-macam harapan, terutama dari generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus, generasi yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, generasi yang
Akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, generasi yang harus mengisi dan melangsungkan estafet pembangunan secara terus menerus.
Disamping menghadapi berbagai permasalahan, pemuda memiliki potensi-potensi yang melekat pada dirinya dan sangat penting artinya sebagai sumber daya manusia. Oleh karena itu berbagai potensi postif yang dimiliki generasi muda ini harus digarap, dalam arti pengembangan dan pembinaannya henda harus sesuai dengan asas, arah dan tujuan pengembangan dan pembinaan generasi muda di dalam jalur-jalur pembinaan yang tepat.
Proses Sosialisasi Generasi Muda
Proses ini adalah suatu proses yang sangat menetukan kemampuan diri pemuda untuk menselaraskan diri di tengah-tengah kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu pada tahapan pengembangan dan pembinaannya, melalui proses kematangan dirinya dan belajar pada berbagai media sosialisasi yang ada di masyarakat, seorang pemuda harus mampu mengendalikan diri dalam hidupnya di tengah-tengah masyarakat, dan tetap mempunyai motivasi sosial yang tinggi.
Dalam hal ini Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda menyangkut dua pengertian pokok, yaitu :
A. Generasi muda sebagai subyek pembinaan dan pengembangan adalah mereka yang telah emiliki bekal-bekal dan kemampuan serta landasan untuk dapat mandiri dalam keterlibatannya secara fungsional bersama potensi lainnya, guna menyelesaikan masalah-masalah dan bernegara serta pembangunan nasional.
B. Generasi Muda sebagai objek pembinaan dan pengembangan ialah mereka yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuan-kemampuannya ke tingkat yang optimal dan belum dapat bersikap mandiri yang melibatkan secara fungsional.
Referensi :
http: //www.elearning.gunadarma.ac.id/...isd/bab4-pemuda_dan_sosialisasi.pdf
No comments:
Post a Comment