Wednesday, October 19, 2011

Hubungan Masyarakat Multikultural dan Silang Budaya

Permasalahan silang budaya terkait dengan paham  kultural materialisme yang mencermati permasalahan  budaya dari pola pikir dan tindakan dari  kelompok sosial tertentu.  Pola temperamen yang relatif seragam ini ditentukan oleh faktor keturunan, kebutuhan dan hubungan sosial yang terjadi di antara mereka, sehingga dalam kehidupan suatu  kebudayaan  cenderung untuk  mengulang-ulang bentuk-bentuk perilaku  tertentu, karena pola perilaku tersebut diturunkan  melalui pola asuh dan proses belajar.  Kemudian muncullah struktur kepribadian rata-rata, atau stereotipe perilaku yang merupakan ciri khas suku bangsa dan masyarakat tertentu.
           
 Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri dari berbagai budaya,  karena adanya kegiatan dan pranata khusus. Perbedaan ini justru berfungsi  mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi sosial masyarakat tersebut.  Pluralisme masyarakat, dalam tatanan sosial,  agama dan suku bangsa, telah ada sejak nenek moyang, kebhinekaan budaya yang dapat hidup berdampingan, merupakan kekayaan dalam khasanah budaya Nasional, bila identitas budaya dapat bermakna dan  dihormati, bukan untuk kebanggaan dan sifat egoisme kelompok, apalagi diwarnai kepentingan politik.

Dalam konsep yang paling dominan kebudayaan dapat dimaknai sebagai fenomena material, sehingga menurut faham ini pemahaman dan pemaknaan  kebudayaan lebih banyak dicermati  sebagai keseluruhan system gagasan, tindakan  dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1980 : 193).  Sejalan dengan  pengertian tersebut  maka tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat akan terikat oleh kebudayaan yang terlihat wujudnya dalam berbagai pranata yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol bagi tingkah laku manusia (Geertz, 1973),  kebudayaan adalah segala sesuatu  yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial,  oleh para anggota suatu masyarakat. Sehingga suatu kebudayaan  bukanlah hanya akumulasi dari kebiasaan dan tata kelakuan tetapi suatu sistem perilaku yang terorganisasi.

Masyarakat dan kebudayaannya pada dasarnya  merupakan tayangan besar dari kehidupan bersama antara individu-individu manusia yang bersifat dinamis. Pada masyarakat yang kompleks memiliki banyak kebudayaan dengan standar perilaku yang berbeda dan kadangkala bertentangan, perkembangan kepribadian individu pada masyarakat ini sering dihadapkan pada model-model perilaku yang suatu saat diimbali sedang saat yang lain disetujui oleh beberapa kelompok namun dicela atau dikutuk oleh kelompok lainnya, dengan demikian seorang anak yang sedang berkembang akan belajar dari kondisi yang ada, sehingga perkembangan kepribadian anak dalam masyarakat majemuk menunjukkan bahwa pola asuh dalam keluarga lebih berperan karena pengalaman yang dominan akan membentuk kepribadian, satu hal yang perlu dipahami bahwa pengalaman seseorang tidak hanya sekedar bertambah dalam proses pembentukan kepribadian, namun terintegrasi dengan pengalaman sebelumnya, karena pada dasarnya kepribadian yang memberikan corak khas pada perilaku dan pola penyesuaian diri, tidak dibangun dengan menyusun suatu peristiwa atas peristiwa lain , karena arti dan pengaruh suatu pengalaman tergantung pada pengalaman-pengalaman yang mendahuluinya.

Masalah yang biasanya dihadapi oleh masyarakat majemuk adalah  adanya persentuhan dan  saling hubungan antara kebudayaan suku bangsa dengan kebudayaan umum lokal, dan  dengan kebudayaan nasional. Diantara hubungan-hubungan ini  yang paling kritis  adalah hubungan antara kebudayaan suku bangsa dan umum local di satu pihak dan kebudayaan nasional di pihak lain.  Pemaksaan untuk merubah tata nilai atau upaya penyeragaman budaya seringkali dapat memperkuat penolakan dari budaya-budaya daerah, atau yang lebih parah bila upaya mempertahankan tersebut,  justru disertai dengan semakin menguatnya Etnosentrime.

Etnosentrisme secara formal didefinisikan sebagai pandangan bahwa kelompok sendiri adalah pusat segalanya dan kelompok lain akan selalu dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar kelmok sendiri.  Etnosentrisme membuat kebudayaan diri sebagai patokan dalam mengukur baik buruknya, atau tinggi rendahnya dan benar atau ganjilnya kebudayaan lain  dalam proporsi kemiripannya dengan kebudayaan sendiri, adanya. kesetiakawanan yang kuat dan tanpa kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai dengan prasangka terhadap kelompok etnis dan bangsa yang lain.   Orang-orang yang berkepribadian etnosentris cenderung berasal dari kelompok masyarakat yang mempunyai banyak keterbatasan baik dalam pengetahuan, pengalaman,  maupun komunikasi, sehingga sangat mudah terprofokasi. Perlu pula dipahami bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih berada pada berbagai keterbatasan tersebut.

Ada sentimen-sentimen ke suku bangsaan yang memiliki potensi pemecah belah dan penghancuran sesama bangsa Indonesia karena masyarakat majemuk menghasilkan batas-batas suku bangsa yang didasari oleh stereotip dan prasangka yang menghasilkan penjenjangan sosial, secara primordial dan sobyektif.  Konflik-konflik yang terjadi antar etnik dan antar agama yang terjadi, sering kali berintikan pada permasalahan hubungan antara etnik asli setempat dengan pendatang, konfkil –konflik itu terjadi  karena adanya pengaktifan secara berlebihan jatidiri etnik untuk solidaritas dalam memperebutkan sumber daya yang ada (Hamengku Buwono X. 2001).

Contoh Persoalan Silang Budaya yang terjadi di Indonesia dan Malaysia

Pemicunya lagi-lagi gara-gara Malaysia yang menggunakan kebudayaan Malaysia dalam iklan pariwisatanya. Kali ini giliran tari Pendet yang digunakan sebagai iklan Enigmatic Malaysia di Discovery Channel. Publik Indonesia langsung panas melihat iklan ini. Apalagi ditambah media yang gencar mengekspos berita ini. Memang iklan kali ini agak berbeda karena bukan dibuat semacam Departemen Pariwisata Malaysia, melainkan oleh pihak Discovery Channel. Dan mungkin itulah pula kenapa iklan itu bertajuk Enigmatic Malaysia bukan Visit Malaysia seperti yang biasanya. Kalau diartikan harfiyah Enigmatic Malaysia artinya Malaysia yang Membingungkan. Jadi sebenarnya rakyat Indonesia tidak perlu terlalu marah karena bisa jadi sebenarnya iklan itu menunjukkan krisis identitas dalam kebudayaan yang sedang dialami oleh Malaysia sehingga mengambil budaya-budaya Indonesia



Sejalan dengan berbagai kendala yang ada maka upaya penyelesaian  permasalahan silang budaya dapat dilakukan dengan :

1.         Dapat dilakukan dengan membangun kehidupan Multikultural yang sehat,  dilakukan dengan  meningkatkan toleransi dan apresiasi antarbudaya yang dapat diawali dengan peningkatan tingkat pengetahuan masyarakat tentang kebhinekaan budaya, dengan berbagai model pengenalan ciri khas budaya tertentu,  terutama psikologi  masyarakat yaitu pemahaman pola perilaku khusus masyarakatnya.

2.         Peningkatan peran media komunikasi, untuk melakukan sensor secara substantif yang berperan sebagai korektor terhadap penyimpangan norma sosial yang dominan, dengan melancarkan tekanan korektif terhadap subsistem yang mungkin keluar dari keseimbangan fungsional. Pengungkapan skandal atau perbuatan yang merugikan kepentingan umum dan melecehkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, harus disiarkan dengan fungsi sebagai pemeliharaan kestabilan. Sedang kontrol secara  distributif, berfungsi  memelihara keseimbangan sistem  melalui diseminasi selektif dan berbagai ragam  teknik-teknik penyebaran maupun  penyaringan informasi, yang mungkin dapat mengundang kemelut dalam masyarakat atau menimbulkan perpecahan, justru media komunikasi dituntut untuk dapat  menampilkan berbagai informasi yang bersifat  apresiatif terhadap budaya masyarakat lain.

3.         Strategi pendidikan yang berbasis budaya, dapat menjadi pilihan karena pendidikan berbasis adat  tidak akan melepaskan diri dari  prinsip bahwa manusia adalah faktor utama, sehingga manusia harus selalu merupakan sobyek sekaligus tujuan dalam setiap langkah dan upaya perubahan. Nilai-nilai budaya tradisional dapat terinternalisasi dalam proses pendidikan baik di lingkungan keluarga, pendidikan formal maupun non formal. Khususnya pendidikan di sekolah diperlukan adanya paradigma baru yang dapat menyajikan model & strategi pembelajaran yang dapat menseimbangkan proses homonisasi yang melihat manusia sebagai makhluk hidup dalam konteks lingkungan  ekologinya, yang memerlukan terasahnya kemampuan intelektual untuk menghadapi tantangan kesejagadan dengan pendidikan sebagai proses humanisasi yang lebih menekankan manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai otonomi moral dan  sensivitas /kedaulatan  budaya, sehingga terbentuk manusia yang bisa mengelola konflik, dan menghargai kemajemukan, serta dapat tegar terhadap arus perubahan  dengan memperetajam sence of belonging, self of integrity, sence of participation dam sence of responcibility sebagai benteng terhadap pengaruh faktor eksternal tersebut, transformasi budaya harus dipandu secara pelan-pelan, bukan merupakan revolusi yang dipaksakan.

Jadi, kesimpulannya Bhineka Tunggal Ika sebagai  semboyan, menampakkan bahwa kongruensi antara aspek kebhinekaan yang manunggal dalam ke ekaan mulai menjadi mesalah yang tak pernah kunjung selesai. Masyarakat majemuk yang menekankan keanekaragaman etnik sepatutkan dikaji ulang untuk digeser pada pluraisme budaya  (Multiculturalisme) yang mencakup tidak hanya kebudayaan etnik tapi juga berbagai lokal yang ada di Indonesia, sekaligus harus dibarengi oleh kebijakan politik Nasional  yang meletakkan berbagai kebudayaan itu dalam kesetaraan derajat.

Tranformasi budaya dan berbagai permasalahan silang budaya harus dapat dipandu secara perlahan lewat jalu media massa maupun pendidikan.  Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta arus informasi,  memerlukan berbagai penyesuaian, baik dalam struktur pekerjaan, tuntutan keahlian mobilitas sosial dan sebagainya, dalam proses perubahan tersebut  bila tidak memiliki akar budaya yang kuat akan kehilangan identitas diri, dan terbawa arus.
 
Referensi from :

No comments:

Post a Comment